Jumat, 01 Januari 2010

Pemerintah Bayar Bunga Utang Rp 93,8 Triliun di 2009

Wahyu Daniel - detikFinance
JAKARTA- Sepanjang 2009, pemerintah membayar bunga utang sebesar Rp 93,8 triliun. Angka pembayaran ini lebih rendah dari target yang seharusnya Rp 109,6 triliun.

Demikian data realisasi APBN-P 2009 yang dikutip detikFinance dari siaran pers Departemen Keuangan, Jumat (1/1/2010).

Menurut Kepala Biro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin, pemerintah hanya melakukan penarikan utang luar negeri sebesar Rp 56,1 triliun atau 19,1% di bawah target, karena rendahnya penarikan pinjaman proyek sepanjang 2009.

Secara keseluruhan, pemerintah menarik utang untuk pembiayaan APBN-P 2009 sebesar Rp 125 triliun.

Penarikan utang ini terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 99,4 triliun, dan utang luar negeri Rp 56,1 triliun.

PDIP Juga Usulkan Gus Dur Jadi Pahlawan



Indra Subagja - detikNews
Jakarta - Setelah PKB dan PPP, kini PDIP juga ikut mengusulkan pemberian gelar pahlawan bagi Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mantan presiden ke 4 itu dinilai memiliki jasa yang besar untuk bangsa Indonesia.

"Gus Dur adalah negarawan yang nasionalis dan telah bekerja agar prinsip-prinsip kebhinekaan hidup dalam keseharian kehidupan berkebangsaan sehingga memperkuat NKRI," kata anggota Fraksi PDIP Eva Sundari dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Jumat (1/1/2010).

Eva melanjutkan, kontribusi Gus Dur di internasional juga tidak dapat dibantah dengan memperkenalkan Islam Indonesia yang demokratis, serta ramah terhadap perbedaan-perbedaan dan menolak kekerasan.

"Sebagai penghargaan dan penghormatan, PDI Perjuangan mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur," jelas Eva yang juga anggota pansus hak angket century ini.

Di saat yang sama, tambah Eva, PDI Perjuangan telah memerintahkan fraksi PDI Perjuangan di DPR dan MPR agar hal tersebut menjadi usulan di DPR dan MPR.

"Dan hal ini sesuai dengan pesan Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung kepada beberapa anggota fraksi," tutupnya.

(ndr/Rez)

Minggu, 27 Desember 2009

Penghapusan UN Bisa Lemahkan SDM Indonesia



Minggu, 27 Desember 2009
Banjarmasin (ANTARA News) - Peniadaan ujian nasional (UN) dalam sistem pendidikan dalam negeri bisa mengarah kepada pelemahan sumber daya manusia Indonesia, demikian pendapat anggota DPD RI HM Sofwat Hadi.

Dengan alasan itulah angota DPD dua periode asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan ini tidak sependapat apabila ujian nasioanal ditiadakan.

Menurut Ketua Pengurus Besar (PB) Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) itu, sebagai salah satu upaya meningkatan SDM Indonesia, UN tetap harus diadakan karena berkaitan erat dengan uji kemampaun seseorang.

"Terkait masalah UN yang terjadi selama ini, mungkin sistemnya yang perlu peningkatan perbaikan atau penyempurnaan, bukan justru meniadakan UN," sarannya dalam percakapan dengan ANTARA Banjarmasin baru-baru ini.

"Masak kalau cuma karena ketidaklulusan yang disebabkan makin meningkatkan standar kelulusan, menjadi alasan untuk menghapus atau meniadakan UN. Itu kan namanya tidak rasional," lanjut mantan Wakil Ketua DPRD Kalsel itu.

Mantan aktivis PII kelahiran Banten itu sependapat, bahwa merupakan hak semua warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. "Tapi dalam rangka uji mutu guna menghadapi tantangan global, apakah tanpa ujian," tandasnya.

"Apakah kita tidak malu dengan Malaysia yang dulu pernah berguru ke Indonesia, yang tetap mempertahankan sistem ujian nasional mereka dengan standar angka kelulusan jauh lebih tinggi, sementara kita baru nilai 5,5," lanjutnya.

"Begitu pula dengan Negara Thailand yang dulu pendidikannya tertinggal dari Indonesia, mereka menggunakan standar kelulusan dengan angka 6. Eh di Indonesia seakan ramai-ramai mau menghapus UN," tambahnya.

Pensiunan perwira menengah polisi tersebut, menduga, gerakan penghapusan UN dengan alasan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM) itu, ditunggangi kelompok masyarakat tertentu yang menginginkan mutu SDM Indonesia lemah.

"Dengan lemahnya SDM Indonesia, maka bisa menjadi ladang subur bagi kelompol masyarakat tertentu itu, untuk menguasai dan membelokan arah dari ideologi Pancasila ke ideologi lain," tutur mantan Kadipen Polda Jawa Timur (Jatim) tersebut.

"Oleh sebab itu, kita harus waspadai gerakan-gerakan secara sistimatis yang ingin menghancurkan negara dan bangsa Indonesia serta masuk ke dalam cengkaraman baru yang bertentangan dengan Pancasila," demikian Sofwat Hadi.

Sabtu, 26 Desember 2009

Planet Baru "Mirip Bumi" Berlimpah Air



Minggu, 20 Desember 2009
Jakarta (Antara News) - Penemuan "dunia tirta" baru (planet serupa Bumi yang berlimpah air) yang mengorbiti satu bintang dalam jarak 40 tahun cahaya menjadi planet pertama yang diketahui mirip Bumi dan membuat manusia menjadi cukup dekat untuk bisa mengendus atmosfernya, kata para astronom seperti dikutip jurnal Nature.

Dinamai GJ 1214b, ukuran planet ini hanya sekitar 2,7 kali ukuran Planet Bumi dengan massa kira-kira 6,5 kali lebih berat dari Bumi.

Berdasarkan berat jenisnya, para ilmuwan mengira GJ 1214b mengandung 3/4 air likuid dengan inti padat dari besi dan nikel serta atmosfer hidrogen dan helium yang merupakan mirip dengan Bumi.

Namun dalam banyak cara lainnya, planet ini adalah "binatang kejam yang sangat berbeda" dari Bumi yang kita tinggali, kata para ilmuwan.

"Pada dasarnya ini adalah satu samudera luas," kata kepala peneliti David Charbonneau dari Pusat Astrofisika Smithsonian, Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts.

"(Di planet ini) tidak ada satu pun benua yang mengambang di atas atau menyeruak dari air."

Lebih dari itu, GJ 1214b lebih panas dibandingkan Bumi dan atmosfernya sepuluh kali lebih tebal dibandingkan planet kita, kata para peneliti.

Hal ini mungkin membuat apapun sulit untuk hidup seperti selama ini kita ketahui. Untuk para pemula, tekanan atmosfer terhadap permukaan planet itu besar sekali dan cahaya yang sangat sedikit sulit menembus kabut demi mencapai samudera planet tersebut.

Planet baru menyerupai Bumi ini tetaplah sangat asing.

Planet Super-Earth baru itu ditemukan dengan menggunakan proyek MEarth, satu unit perangkat teleskop kecil berbasis di Bumi yang digunakan untuk mendeteksi perubahan dari menit ke menit dari kekuatan cahaya bintang-bintang merah nan redup yang disebut dengan M dwarfs (bintang cebol).

Kelipan periodik cahaya bintang bisa disebabkan oleh planet-planet yang secara terpisah transit atau mengitari bintang-bintangnya. Karena bintang cebol M dwarfs lebih buram ketimbang bintang-bintang seperti Matahari, maka menjadi lebih mudah menjejak pengurangan kekuatan cahaya yang disebabkan oleh planet-planet seukuran Bumi yang lebih kecil massanya.

Kendati GJ 1214b tidak langsung terlihat, perubahan pasti dalam cahaya bintang karena jejak perjalanannya, memungkinkan para astronom bisa menakar ukuran dan massa planet tersebut, yang nantinya menawarkan petunjuk-petunjuk terhadap komposisi planet itu.

Dan karena dunia tirta begitu dekat ke Bumi, demikian Charbonneau, teleskop optik yang berbasis di antariksa seperti Hubble atau Kepler bisa seharian digunakan untuk mengendus kandungan kimia pasti dari atmosfer planet serupa Bumi itu.

"Sejumlah cahaya dari bintang cebol itu menembus atmosfer planet serupa Bumi tersebut (seperti cahaya Matahari menembus Bumi), dan menempel pada fitur-fitur atom dan molekul apa saja yang ada," kata Charbonneau.

Secara keseluruhan, penemuan ini adalah "pencapaian yang menjadi tonggak" yang bisa menutup kesenjangan ilmiah dalam planetologi, kata Greg Laughin, ilmuwan astrofisika pada Universitas California, Santa Cruz, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.

"Saya selalu membayangkan seperti apakah bentuk planet bermassa enam kali dari Bumi itu. Kini kita mengetahuinya. Planet itu benar-benar sangat berbeda dari sistem tata surya kita," kata Laughlin. (*)

Sumber: laman National Geographic dan Jurnal Nature.